Container Icon

Menuju JIwa Sejati ..


 Bayangkan sebuah peristiwa yang biasa dialami seorang anak kecil.


Suatu ketika anak itu melihat seekor ulat bulu ...
Ulat tersebut berjalan dengan cepat, melengang meliuk-liuk..
menuju tempat daun segar makanannya.
Mata anak itu membelalak.
Ia mengulurkan tangannya dan berusaha menyentuh punggung ulat berbulu tersebut dengan jarinya.

Namun, ..
tiba-tiba ia tersentak....
Jarinya terasa gatal.
Ia mencoba sekali lagi,
dan kali ini seputar jari telunjuknya terasa tersengat.
Ulat itu melingkar di jari telunjuknya
dan dari enam belas kaki ulat tadi terasa isapan-isapan.
Anak itu tertawa keras sambil mengamati sebagian ciptaan Tuhan yang tidak pernah dibayangkannya.
Ia terpesona, takjub, dan dipenuhi rasa kagum.

Hal-hal seperti ini sering dialami seorang anak kecil,
Segala sesuatu tampak menakjubkan.
Kalau ia melihat seekor ulat yang gemuk
berubah menjadi kupu-kupu yang berwarna kuning cerah ia akan
terpukau, terpesona, dan seolah-olah terhisap.

Namun...
Kemudian terjadilah perubahan dalam hidup. Anak itu bertambah besar,
berkembang menjadi orang dewasa, dan barangkali sekarang menginjak
beberapa ulat yang dulu ia kagumi...

Inilah yang sering kita alami.
Keajaiban kupu-kupu tidak lagi menarik perhatian kita.
Segala sesuatunya tampak biasa-biasa saja.
kita mungkin sudah melihatnya ratusan kali
dan kalau itu yang terjadi, sebetulnya kita perlu waspada karena sesuatu yang hakiki mungkin telah hilang dari diri kita.
kita telah kehilangan kontak dengan bagian jiwa kita sendiri


melihat memang berbeda dengan memperhatikan
anak kecil selalu memperhatikan setiap hal yang ia temui
ini karena pikiran dan badan mereka senantiasa berada di satu tempat
dan anak kecil senantiasa berada dalam keaadaan santai , rilex,dan tidak tergesa-gesa

ini berbeda dengan kita..
pikiran dan badan kita terkadang tidak berada dalam satu tempat
kita sering lupa memperhatikan hal-hal  yang sepele.
Akibatnya kita  tak sepenuhnya menyadari apa yang sedang terjadi.

namun alasan yg sebenarnya ,
anak-anak mampu menangkap keindahan karena mereka masih jernih, otentik, dan bersih.
Mereka masih sangat dekat dengan jiwa sejati kita.

Sewaktu kecil kita betul-betul merupakan makhluk spiritual.
Pada saat itu kebutuhan jasmani kita amat terbatas.
Kita hanya mengonsumsi benda-benda sebatas kebutuhan kita.
Namun,
semakin dewasa kebutuhan kita semakin banyak.
Yang lebih parah lagi,
kita telah mencampuradukkan kebutuhan dengan keinginan.

Kebutuhan kita sebetulnya terbatas,
tapi keinginan tak ada batasnya.
Bahkan, setelah sebuah keinginan terpenuhi, keinginan yang lain pun segera bermunculan.

Masalahnya, semakin kita memperturutkan keinginan,
semakin jauhlah kita dari diri kita yang asli.
Keinginan selalu mengajak kita meninggalkan diri sejati menuju ego.
Padahal ego inilah akar dari segala permasalahan yang kita hadapi.
Semakin kita mendekati ego,
semakin kita akan kehilangan kontak dengan jiwa sejati kita.
Ini biasanya ditandai dengan keadaan depresi, mudah marah, masalah lambung, dan tekanan darah tinggi.

Satu-satunya cara untuk mengatasi hal itu adalah dengan kembali mendekati jiwa sejati kita.
Inilah yang akan melahirkan ketentraman sejati.
Diri sejati sebenarnya berada sangat dekat,
bahkan lebih dekat dari tubuh kita sendiri.
Inilah sebenarnya akar dari semua keberadaan kita.
Di sini lah kita akan menemukan solusi dari setiap persoalan.


Coba perhatikan serangga dan hewan-hewan kecil lainnya. Lihatlah jutaan
planet dan galaksi di alam raya. Coba perhatikan susunan tubuh kita
sendiri. kita akan merasa takjub dan kagum luar biasa.

Kalau kita menghargai setiap hal yang kita jumpai kita akan
menikmati keajaiban yang tiada habis-habisnya. kita akan senantiasa
mendengar suara Tuhan pada setiap nafas yang berhembus,
pada desir angin yang berbisik.

Kalau kita mendekati diri sejati kita, setiap momen akan terasa
segar, indah, dan menakjubkan. Lebih dari itu, perasaan-perasaan
takjub ini akan melahirkan satu hal: perasaan rindu untuk bertemu
dengan Yang Maha Indah. Kita sadar sepenuhnya bahwa tak ada sesuatu
pun yang diciptakan-Nya dengan sia-sia.


Sumber:  oleh Arvan Pradiansyah penulis buku Life is Beautiful


0 komentar :

Posting Komentar