Container Icon

Senyum Orang Gila *oleh Prie GS

Hanya ingin berbagi, dari apa yang didengar..
-----

Saya suka melewati jalan itu...*jalan menuju TOKO SAYYIDAH, lewat sebelah rumah sakit jiwa juga bisa, heee.. tapi bukan itu yak.. ^_^
Salah satu daya tariknya adalah karena disitu mangkal orang gila yang selalu tersenyum.

Kesan pertama saya adalah;
" betapa senyum itu selalu memberi kesejukan bagi yang melihatnya, tak peduli apakah ia datang dari orang gila"

Kedua; Betapa senyum selalu mencerahkan wajah pelakunya. Meskipun orang itu jelas-jelas telah divonis sebagai gila, tetapi karena selalu tersenyum, ada gambaran damai di wajahnya.

Ketiga; inilah yang utama menurut saya; saya yang merasa waras saja, jarang tersenyum sebanyak itu dan semurni itu. Baik secara kuantitas maupun secara kualitas, senyum saya jelas bukan tandingannya.

Ada memang..
hanya senyum kuantitatif itu di wajah saya. Tetapi itu pun jumlahnya pasti tidak seberapa.
Yang tidak seberapa itu pun, berisi senyum-senyum yang terpaksa.
Terpaksa sok sabar,
sok baik dan sok ramah...

Keadaan sok ini membuat batin saya diam-diam malah terasa lelah.
Bibir saya tersenyum tetapi hati saya melayang entah ke mana...
Senyum itu, sejatinya nyaris lahir dari ruang hampa.
Jadi...
senyum kuantitatif inipun cepat sekali menghilang dari wajah saya.
Secepat itu datangnya...
secepat itu pula perginya tanpa meninggalkan jejak apa-apa.

Sungguh berbeda dari senyum orang gila yang seperti menetap selalu dibibirnya.
Selebihnya,
wajah saya ini kembali tertarik untuk melayani soal-soal yang membuat bibir cemberut dan wajah berkerut.

Pagi hari,
cukup hanya dengan membaca koran pagi, kening ini malah sudah mulai mengernyit.
Ada artis yang berdandan sebagai wanita solehah cuma gara-gara hendak mencalonkan diri sebagai petinggi dan ketika kalah cuma kembali pada dandanannya yang asli.itu saja bisa membuat saya marah, loh apa urusan saya itu kok marah?...

Atau setiap hari ada saja dikabarkan orang mati karena menenggak minuman oplosan, membuat saya marah, loh orang mati,...mati sendiri kok, kemarahannya ada sama saya??.
Dan intensitas ketegangan di wajah ini bisa ditingkatkan jika kita mau menonton televisi. Semua acara lengkap di dalamnya, mulai dari yang mengandung kejengkelan sampai mengandung kemarahan saya.

Jika senyum kuantitatif saja tidak seberapa jumlahnya,
lebih langka lagi pasti jumlah senyum kualitatif di wajah saya.
Ia hanya datang kadang-kadang saja. Tergantung apakah hari sedang cerah.
Tetapi jika rezeki sedang seret, tanggal sudah tua, kebutuhan sedang menumpuk, lah kok datang seseorang hanya untuk minta sumbangan, bisa mengepul uap di kepala saya. Tetapi itupun sudah sebab yang serius. Padahal untuk kesal, saya ini tak butuh penyulut yang serius.

Hanya karena waktu sudah mendesak dan itupun karena kesalahan saya sendiri,
istri kok bergerak terlalu lambat, anak-anak masih sibuk dengan ini-itunya, sudah cukup untuk menyulut kemarahan saya.
Padahal jikapun saya benar-benar telambat, dunia ini masih baik-baik saja.
Saya tidak akan dipecat dari pekerjaan apalagi keterlambatan ini tidak ada hubungannya dengan pecat-memecat. Keadaan ini hanya karena dorongan instink saya agar segera bisa sampai ke tujuan.

Jadi sikap buru-buru itu, lebih banyak tidak disebabkan oleh keterdesakan waktu, tetapi oleh perasaan saya sendiri.
Rasa buru-buru itu memang seperti menetap di dalam sini.

Ada banyak sekali persolaan hidup, termasuk di dalamnya adalah soal yang remeh-temeh maka cukuplah untuk mengusir senyum dari wajah saya.
Maka setiap melewati jalan, di tempat orang gila itu mangkal, saya seperti menemukan kembali senyum saya yang hilang
----
sekian ^_^...
kalo senyummu gimana??...

Sepenggalan...


Ya Alloh...
Kasihanilah hamba-Mu yang lemah ini...
Aku tak ingin kehilangan cinta-Mu..
Namun,.....
Hatiku tak bisa mengusir pesona makhluk yang Engkau ciptakan...

Ya Alloh...
Tuntunlah langkahku pada garis takdir yang paling Engkau Ridhoi...
Aku persembahkan hidup dan matiku hanya kepada-Mu....